Seru Padu merupakan sebuah contoh budaya lokal (upacara adat) yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat suku Lamagohang atau masyarakat Desa Kalike, kecamatan Solor Selatan, kabupaten Flores Timur, NTT pada saat sesudah masa panen.
Upacara Seru Padu ini dilaksanakan sebagai tanda terima kasih kepada Lera Wulan Tana Ekan (Penguasa langit dan bumi) atas segala sesuatu yang telah diberikan-Nya, khususnya hasil jerih payah masyarakat di bidang pertanian maupun perkebunan dan juga sebagai ucapan terima kasih atas kesehatan bagi orang-orang yang merawat tanaman tersebut.
Mengenal SERU PADU
Berdasarkan asal suku kata, Seru Padu terdapat dua suku kata yakni kata Seru dan Padu, dimana Seru berarti Bakar dan Padu berarti Damar.
Makna yang terkandung dari arti Seru Padu juga sangat unik, yang mana Damar yang dibakar melambangkan cahaya, dimana masyarakat suku Lamagohang percaya bahwa cahaya itu dapat memberikan harapan baru untuk hasil panen berikutnya.
Ritual Seru Padu disebut juga ritual Wu’un Lolon, dimana Wu’un berarti baru dan lolon berarti teratas, tertua atau pertama, yang dapat disimpulkan bahwa Wu’un Lolon/Seru Padu merupakan ritual adat syukuran atas hasil panen yang baru.

Ritual ini biasa dilaksanakan pada bulan kelima (perhitungan bulan purnama raya menurut tafsiran tua-tua adat).
Waktu itu panen hasil kebun yang tercepat misalnya padi, jewawut, jagung solor yang sudah dipanen. Tanaman mewakili piaraan yang digunakan dalam Serumonial sebagai hasil panen baru adalah jewawut.
Jewawut dipilih karena memiliki makna dan cerita tersendiri menurut sejarah nenek moyang mereka. Selain itu, tanaman ini biar tidak ditanam tetapi bisa tumbuh sendiri.
Padu merupakan warisan leluhur yang telah diwariskan nenek moyang secara turun temurun, oleh karena itu setiap anak laki-laki suku Lamagohang yang memiliki Padu wajib melaksanakan upacara ini.
Pada dasarnya, Padu merupakan pusaka yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun-temurun.
Upacara Seru Padu merupakan budaya asli masyarakat Desa Kalike dimana memiliki tujuan utama yakni tujuan religius, karena tujuan tersebut berkaitan dengan penyembahan dan penghormatan terhadap Tuhan Sang Pencipta (Lera Wulan Tana Ekan), roh leluhur (kewoko kelite ), dan roh alam (Nuba Nara), yang diyakini sebagai kekuatan spiritual utama yang sangat menentukan keberadaan dan kebertahanan hidup mereka sebagai manusia dan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, upacara adat Seru Padu dibagi ke dalam beberapa tahapan antara lain :
Tahap Persiapan
Tahap ini meliputi beberapa upcara yakni : Tao Elo merupakan tahap penjadwalan kapan upacara itu akan dilaksanakan. Pada tahap ini biasanya dilihat pada purnama kelima dari bulan januari.
Kemudian Persiapan Padu dan Mole , merupakan tahap persiapan yang mana kaum ibu mulai melakukan persiapan yang pertama adalah biji kesambi dikupas dari kulitnya.
Sesuai dengan aturan yang ada dalam hal ini dijaga baik-baik agar tidak tumpah, juga disiapkan Mole (belahan bambu dari bambu kuning) atau disebut dengan Au. Belahan bambu ini bertujuan untuk melilit Padu/Damar untuk dibakar dalam upacara berlangsung.
Ada lagi Persiapan Berane, persiapan ini yakni menyiapkan makanan yang akan di hidang pada Seremonial upacara berlangsung yakni padi yang dikenal dalam upacara Seru Padu dengan sebutan Berane. Padi yang disiapkan harus padi hasil panen baru.
Setelah itu, ada juga Persiapan Wete (Jewawut), Wete sangat penting pada upacara ini karena merupakan hidangan utama pada upacara Seru Padu. Jewawut yang disiapkan juga merupakan hasil panen baru.

Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini meliputi beberapa upacara yakni :
Biho Wenge, dimana Wenge merupakan bagian sisa-sisa padi hasil tumbuk untuk dijadikan Berane, pada tahap ini, Wenge dimasak dan disantap oleh anak laki-laki kemudian diantar kepada Opu Bine (saudari dari Bapak).
Setelah itu dilakukan upcara Bayo Wete, yang merupakan acara menumbuk jewawut. Dalam acara ini, Wete yang telah disiapkan diolah menjadi bahan makanan.